26/04/11

AKHIR PEMIKIRAN IBU KARTINI (SISI LAIN YANG TIDAK TERPUBLIKASIKAN)


Kartini dianggap sebagai pelopor perjuangan emansipasi di Indonesia. dan
akhir-akhir ini namanya dihubung-hubungkan dengan kata feminisme.

Apa yang terlanjur lekat dengan sosok Kartini sebenarnya hanyalah
sebagian proses hidupnya yang gelisah. Akhir proses kartini tak banyak
terungkap. Pemikiran pada awal prosesnya-lah yang terlanjur lantang
disuarakan sehingga lekat pada namanya. Padahal, menjelang akhir
hayatnya, Pemikiran kartini telah banyak berubah.


KARTINI DULU

Ngga bisa disalahkan kalo ada orang yang beranggapan Kartini
memperjuangkan emansipasi, mendobrak adat, dan berkiblat ke Barat, serta
mengkritisi Islam. Pada awalnya, Kartini emang demikian. Inilah contoh
surat-suratnya:

"...Orang kebanyakan meniru kebiasaan orang baik-baik, orang baik-baik
itu meniru perbuatan orang yang lebih tinggi pula, dialah orang Eropa"
[surat kepada Stella, 25 Mei 1899]

"Aku mau meneruskan pendidikan ke Holland, karena Holland akan
menyiapkan aku lebih baik untuk tugas besar yang telah aku pilih."
[surat kepada Ny Ovinksoer, 1900]

Tidak heran kalo Kartini punya pemikiran demikian. Gimana lagi? Temen
surat-menyurat Kartini kebanyakan adalah orang barat yang hendak
membaratkan kaum ningrat di Indonesia, dimana tujuan akhirnya adalah
agar mereka tidak melakukan perlawanan terhadap pemerintah Hindia
Belanda pada jaman tersebut. Mari kita simak teman-teman korespodensi
Kartini.  siapa sajakah mereka..?.

1. J.H. Abendon

Abendon ditugaskan oleh Belanda sebagai Direktur Deptemen Pendidikan,
Agama, dan Kerajinan. Abendon banyak meminta nasihat dari Snouck
Hurgronye (seorang orientalis yang pura-pura masuk islam untuk mencari
cara mematikan semangat jihad umat islam di Indonesia). Menurut
Hurgronye, golongan yang paling keras menentang penjajah Belanda adalah
golongan Islam. Memasukkan peradaban Barat dalam masyarakat pribumi
adalah cara yang paling jitu untuk mengatasi pengaruh Islam. Tidak
mungkin membaratkan rakyat, kecuali jika ningratnya telah dibaratkan.
Untuk tujuan itu, langkah pertama yang harus diambil adalah mendekati
kalangan ningrat terutama yang menganut agama Islam untuk kemudian
dibaratkan. Dan Hurgronye menyarankan Abendanon untuk mendekati Kartini.


2. Stella (Estelle Zeehandelaar)

Seorang wanita Yahudi, anggota militan pergerakan feminis di negeri
Belanda saat itu.


3. Nellie Van Kol (Ny. Van Kol)

Ia adalah seorang penulis yang mempunyai pendirian humanis dan
progresif. Dialah orang yg paling berperan dalam mendangkalkan aqidah
Kartini. Pada awalnya, ia bermaksud untuk memurtadkan Kartini dengan
kedatangannya seolah-olah sebagai penolong yang mengangkat Kartini dari
ketidakpeduliannya terhadap agama. 


BERTEMU KYAI SHOLEH DARAT

Selain faktor teman buruk, kaum muslim di sekeliling Kartini juga punya
pemahaman yang salah terhadap Islam. Mereka mengajarkan Islam tanpa
memahamkan apa yang diajarkan. coba kita simak surat kartini kepada
stella berikut ini.

"Bagaimana aku dapat mencintai agamaku kalau aku tidak mengerti dan
tidak boleh memahaminya. Al Qur'an terlalu suci, tidak boleh
diterjemahkan ke dalam bahasa apapun. Disini tidak ada yang mengerti
bahasa Arab. Orang-orang disini belajar membaca Al Qur'an tapi tidak
mengerti apa yang dibacanya. Kupikir, pekerjaan orang gilakah, orang
diajar membaca tapi tidak mengerti apa yg dibacanya." [surat kepada
Stella, 6 Nov 1899]

Perlu diketahui pada waktu pemerintahan Hindia Belanda umat muslim
memang dibolehkan mengajarkan Al Qur'an dengan syarat nggak diterjemahin
alias cuma belajar baca huruf arab (pengaruh ini masih dapat kita jumpai
saat ini, dimana belajar Al-quran dianggap selesai ketika telah mampu
membaca Al-quran dengan lancar sampai akhir walaupun tidak paham
makna-nya -khataman-). Dan ini memang taktik belanda agar orang-orang
Indonesia tidak paham terhadap Al-quran dan akhirnya mereka tidak akan
angkat senjata kepada penjajah kafir belanda.

Suatu ketika Kartini berkunjung ke rumah pamannya, seorang Bupati Demak.
Saat itu sedang berlangsung pengajian bulanan khusus untuk anggota
keluarga. Kartini ikut mendengarkan pengajian bersama wanita lain dari
balik tabir. Kartini tertarik kepada materi yg sedang diberikan, tafsir
Al Fatihah, oleh Kyai Saleh Darat. Setelah selesai pengajian, Kartini
mendesak pamannya agar bersedia untuk menemaninya menemui Kyai Sholeh
Darat. 

Kartini menceritakan bahwa selama hidupnya baru kali itulah dia sempat
mengerti makna dan arti surat Al Fatihah, yang isinya begitu indah
menggetarkan hati. Kemudian atas permintaan Kartini, Kyai Sholeh diminta
menerjemahkan Al Qur'an dalam bahasa Jawa di dalam sebuah buku berjudul
Faidhur Rahman Fit Tafsiril Quran jilid pertama yang terdiri dari 13
juz, mulai surat Al Fatihah hingga surat Ibrahim. Buku itu dihadiahkan
kepada Kartini saat dia (Kartini) menikah dengan R. M. Joyodiningrat,
Bupati Rembang.

Kyai Sholeh meninggal saat baru menerjemahkan jilid pertama tersebut.
Namun, Kartini hal ini sudah cukup membuka pikiran Kartini dalam
mengenal Islam.

Tahu nggak? Sebenarnya ungkapan Habis Gelap Terbitlah Terang itu
sebenarnya Kartini temukan dalam surat Al Baqarah ayat 257, yaitu firman
Allah"...minazh-zhulumaati ilan-nuur" yang artinya "dari
kegelapan-kegelapan (kekufuran) menuju cahaya (Islam)". Oleh Kartini
diungkapkan dalam bahasa Belanda "Door Duisternis Tot Licht". dan
kemudian oleh Armien pane yang menerjemahkan kumpulan surat-surat
Kartini diungkapkan menjadi "Habis Gelap Terbitlah Terang"


KARTINI KEMUDIAN

Kartini yang mulai mengenal islam pun berubah. Pandangannya terhadap
Islam menjadi positif.

"Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain
memandang agama Islam patut disukai"  [surat kepada Ny. Van Kol, 21 Juli
1902].

Kartini kemudian merumuskan arti pentingnya pendidikan untuk wanita,
bukan untuk menyaingi kaum laki-laki seperti yang diyakini oleh pejuang
feminisme dan emansipasi saat ini (sebenarnya lebih cocok disebut
sebagai westernisasi), namun agar para wanita lebih cakap menjalankan
kewajibannya sebagai Ibu. Kartini menulis dalam suratnya:

"Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak
perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak
perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi
karena kami yakin pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar
wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan
alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi Ibu, pendidik manusia yang
pertama-tama." [kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Okt 1902]

Dan tidak hanya itu, pandangannya terhadap Barat pun berubah. Kartini
menulis; 

"Dan saya menjawab, Tidak ada Tuhan kecuali Allah. Kami mengatakan bahwa
kami beriman kepada Allah dan kami      tetap beriman kepada-Nya. Kami
ingin mengabdi kepada Allah dan bukan kepada manusia. Jika sebaliknya
tentulah kami sudah memuja orang dan bukan Allah" [kpd Ny. Abendanon, 12
Okt 1902]

"Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu
benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami,
tetapi apakah Ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna?
Dapatkah Ibu menyangkal bahwa di balik hal yang indah dalam masyarakat
Ibu, terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut
sebagai peradaban?" [surat kepada Ny. Abendanon, 27 Okt 1902]

Kartini meninggal dalam usia muda 25 thn, empat hari setelah melahirkan
putranya. Ia tak sempat belajar Islam lebih dalam. namun yang patut
disayangkan kebanyakan orang mengetahui Ibu Kartini hanyalah sekedar
pejuang emansipasi wanita. Banyak orang yang nggak tahu
perjalanan Kartini menemukan Islam dan perubahan pola pikirnya.


Smoga tulisan ini dapat menggugah kita untuk tahu lebih dalam tentang
IBU KITA KARTINI, daripada sekedar peringatan tahunan tampa makna.


(aboe anas disadur dari majalah Elfata)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar